Jumat, 13 Desember 2013

Browse Manual » Wiring » » » » Aku yang Salah

Aku yang Salah


Seorang Raja di negara antah berantah mengutus seorang pejabat untuk memberikan surat undangan kepada keluarga yang dianggap tauladan. Pergilah pejabat itu mendatangi sebuah rumah keluarga terpandang. Namun sayang ketika masuk ke rumah itu, bukannya disambut dengan kehangatan malah pertengkaran yang ada. Hanya gara – gara salah satu anggota keluarga itu salah menempatkan gelas yang akhirnya tertendang anggota keluarga lainnya, maka cacian dan makian serta saling menyalahkan keluar dari mulut keduanya. Melihat suasana panas seperti itu, sang pejabat kecewa dan akhirnya pamit.

Demi untuk menyampaikan amanat Raja, pejabat itupun pindah menemui keluarga lainnya yang dinilai cocok untuk menerima surat undangan itu. Datanglah pejabat itu ke sebuah rumah lain. Di depan rumah yang akan dikunjunginya itu, sang pejabat melihat seorang pemuda sedang mengepel lantai. Di belakangnya terletak ember berisi air. Tak lama kemudian kakak dari pemuda tadi lewat untuk menemui tamu. Namun sayang karena terburu – buru maka ia pun menabrak ember tadi hingga terjatuh. Sang pemuda segera memburu kakaknya.
“Maaf Kak…aku yang salah. Lantainya masih basah Kakak jadi kepeleset deh.”
“Tenang saja..bukan kamu yang salah kok. Kakak tadi jalan terburu – buru jadi ngga liat ember. Aku ngga apa – apa kok, udah terusin aja ngepelnya.”

Melihat dua peristiwa yang berbeda dalam satu hari membuat sang pejabat ini mengerti mengapa keluarga ini disanjung. Keluarga ini rukun, kompak dan saling menyayangi. Entah siapa yang salah, mereka saling mendahului meminta maaf. Kemudian pejabat itupun merasa bahwa keluarga inilah yang pantas untuk menerima undangan Raja.

Manusia dalam kehidupan sehari – hari cepat sekali panas hanya karena masalah kecil. Bahkan dalam skala besar bisa menimbulkan perang. Semua ini berpangkal pada keinginan memuaskan ego atau gengsi manusia yang merasa menang sendiri. Jika masalah ego ini tidak segera ditangani maka akan timbul dendam dan penderitaan yang berkepanjangan.

Jika manusia mampu meredam ego untuk menang sendiri dan berinisiatif mengakui kesalahan sendiri serta mau segera meminta maaf atas kesalahan yang dibuatnya, maka permusuhan bisa diredam dan dihilangkan. Sebagai gantinya maka akan timbul kedamaian dan keharmonisan seutuhnya. Dan ini akan membuat kita lebih mudah bergaul dan diterima di lingkungan manapun kita berada.

Cara untuk meredam emosi dan ego adalah dengan berendah hati dan bertoleransi. Ini juga bisa diterapkan pada atasan yang egois. Selain itu layani atasan tersebut dengan membuat prestasi dan cinta terbaik.

Merasa puas terhadap apa yang telah dicapai dan mampu mengendalikan diri adalah sikap hidup bijaksana untuk menjaga kebahagiaan diri sendiri. Syukuri dan nikmati apa yang telah kita punyai.

Sumber: Smart FM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.